Pakaian adat antara Korea Selatan dan Korea Utara sama dan tidak berbeda.
Namun hanya namanya saja yang berbeda, yaitu Hanbok untuk Korea Selatan atau Chosŏn-ot untuk Korea Utara.
Beberapa elemen dasar Hanbok pada saat ini seperti jeogori atau baju, baji (celana) dan chima (rok).
Hanbok pada umumnya memiliki warna yang cerah dengan garis yang sederhana serta tidak memiliki saku.
Warna-warna pada pakaian tradisional Korea yang berwarna-warni memang sesuatu yang unik dan dimaksudkan untuk menghalangi roh jahat.
Sekarang ini, tidak banyak orang yang mengenakan pakaian tradisional Hanbok, kecuali untuk hari raya Chuseok dan Solnal (Imlek) serta acara khusus, seperti upacara adat dan perkawinan.
Karena dipakai pada waktu-waktu khusus, rancangan Hanbok menjadi semakin indah dan tidak sesuai lagi untuk dipakai pada kegiatan sehari-hari.
Jadi, saat ini ada Hanbok yang rancangannya disederhanakan agar lebih praktis.
Baju Tradisional Korea
SEPERTINYA hal yang kontradiktif bahwa sebuah tradisi bertahan dalam masyarakat yang dinamis bergerak mengikuti-bahkan kalau bisa mendahului-zaman. Namun, di Korea, tampaknya modernitas bukannya berarti tanpa yang tradisi. Kebudayaan yang ratusan, bahkan ribuan tahun, mampu bertahan walau mengalami perubahan.
Ini yang terjadi pada hanbok, pakaian tradisional Korea. Walau pakaian model Barat adalah yang umum digunakan dalam kehidupan modern ini, hanbok masih dipakai, terutama pada hari-hari raya dan acara-acara seperti perkawinan. Pada hari Chusok, Hari Bersyukur Korea, bahkan di jalan-jalan Kota Seoul pun banyak orang memakai baju tradisional itu.
“Dulu banyak orang membuat hanbok untuk Chusok. Sekarang tidak lagi karena mereka memilih untuk menyewa,” kata Seo Sun-hee, wanita pemilik toko hanbok di lantai tujuh pertokoan Doosan Tower, Pasar Dongdaemun, Seoul. Bukan berarti tokonya sepi pembeli. “Ini bisnis yang baik walau permintaan menurun dibanding dulu,” kata perempuan yang anak sulungnya kelas 2 SMP itu.
Pelanggan datang untuk membuatkan pakaian perkawinan. Ini berarti pakaian untuk kedua mempelai dan ibu mereka masing-masing. Dengan memperlihatkan sebuah hanbok pesanan yang telah jadi, perempuan cantik itu menjelaskan bahwa pengantin perempuan biasanya memakai chima (rok panjang berlipit-lipit) warna merah, dan jeogori (jaket pendek semacam bolero) warna hijau.
Pengantin pria bebas memilih warna celana panjang dan jaket bertalinya. Keduanya masih memakai jubah lagi. Warna jubah perempuan disesuaikan dengan warna pilihan baju pasangannya. Ibu mempelai lelaki memakai warna kehijauan, sedangkan calon besannya dalam nuansa merah.
Ini tak jauh berbeda dari aturan yang telah ada sejak masa Dinasti Joseon pada abad ke-15. Waktu itu para gadis memakai chima merah dan jeogori kuning. Pada waktu pesta perkawinan yang dilanjutkan dengan acara menghormat orangtua dan mertua, perempuan dari kelas bangsawan telah memakai warna merah dan hijau itu. Warna-warna pada pakaian tradisional korea yang semarak memang sesuatu yag unik dan dimaksudkan untuk menghalangi roh jahat.
Bentuk hanbok yang sekarang dipakai, dipolakan pada masa Dinasti Joseon yang berdasarkan Konfusianisme pada abad ke-15. Namun, dasarnya sudah ada sejak masa Tiga Kerajaan (57 SM-668 M). Di Kerajaan Silla tahun 648, pakaian semacam itu telah dipakai oleh perempuan bangsawan, juga pada masa Dinasti Goryeo (nama yang kemudian menjadi Korea) setelah itu.
Model bagi perempuan yang sejak masa Dinasti Joseon dan berlaku sampai sekarang adalah gabungan chima dan jeogori, yang ditutup dengan pita satu sisi itu. Kelihatannya pakaian itu tampak nyaman karena lebar leluasa sambil tetap menampilkan keindahan bentuk leher dan lengkung bahu perempuan.
Namun, perempuan zaman sekarang sudah jarang memakai pakaian itu sehari-hari karena harus sedikit menderita mengenakannya. Rok lebar berlipit itu bentuknya bagai sehelai kain, dililitkan di atas dada, lalu diikat keras-keras meratakan dada. Itu, kata perempuan yang selalu mengenakan hanbok dalam melayani pelanggan itu, kadang membuat sesak.
Untuk upacara perkawinan, perempuan Korea masa kini menggabungkan yang tradisional dan yang “modern”. Untuk acara pertunangan, mereka mengenakan hanbok warna merah muda, sedangkan untuk upacara perkawinan, hanbok merah-hijau itu ditambah pakaian pengantin model barat untuk acara berfoto berdua.
Setiap pasangan memesan minimal enam hanbok, dua untuk mempelai perempuan, dua untuk lelaki, dan dua untuk masing-masing ibu. Harga satu set dari bahan sutra antara 250.000 sampai 400.000 won, atau minimal Rp 2 juta. Yang bahan poliester antara 100.000 sampai 200.000 won, dan biasanya dipakai oleh mereka yang merayakan ulang tahun perkawinan ke-60.
Pembuatan makan waktu satu minggu sampai satu bulan, kata Sun-hee yang punya lima penjahit di rumahnya itu, tergantung ramai-tidaknya pesanan. Masa ramai pemesanan adalah dari Agustus sampai April karena cuaca musim panas terlalu panas untuk acara perkawinan.
contoh baju" adat korea :
Makanan Khas Korea :
terima kasih.
BalasHapusini cukup membantu untuk mengenal pakaian adat korea.